Menua bersama kamu

Dalam mencintai, aku ingin punya alasan yang sederhana. Tidak banyak alasan kenapa aku mencintainya atau mengapa harus ia. Aku hanya ingin sesederhana karena ia punya sesuatu. Bukan paras rupawan atau uang yang bisa menjanjikan kehidupan.


Aku hanya akan mencintai dia yang mencintaiku dengan baik. Itu saja bagiku sudah cukup. Baik tidak berarti ia harus cantik, mapan tidak berarti ia harus tampan. Aku mau, mencintai dia karena satu hal yang menurutku hanya ia saja yang bisa melakukannya.


Walau mungkin sederhana, tapi bagiku itu istimewa. Seperti kebiasaanya membawakan bekal setiap hari, yang di dalamnya hanya diisi lauk pauk sederhana. Telur ceplok dengan dua tiga centong nasi, di atasnya ditaburi sedikit kecap manis.


Kau tahu, dengan hanya ia selalu membawakan bekal telur ceplok setengah matang setiap hari, itu membuatku tak sabar menunggu untuk esok hari. Membayangkan merah telur yang terasa gurih di lidah dengan nasi panas yang ia masak sendiri.


Sempat ada tanya darinya untukku, “Tidak bosan makan telur ceplok setiap hari?”


Jawabku, hanya berupa gelengan yang berarti cukup, dengan ini aku sudah sangat senang. Mungkin menurutnya, dia bisa saja mengganti dengan lauk yang lain. Tidak melulu telur ceplok dengan kecap manis. Ia bisa memberiku hal lebih.


Lagi, aku menjelaskan padanya, “Bukan tentang apa yang kamu masak hari ini. Atau kau ganti menu setiap hari. Tapi, serupa kebiasaan yang akhir-akhir ini aku makan. Boleh, kan, aku menjadikan bekal nasi hangat dengan telur ceplokmu sebagai menu pembuka setiap hari?”


Dia tersenyum, lalu menggangguk setuju.


Intinya, aku selalu mau punya alasan sederhana karena mencintainya. Seperti tanya kerabat atau sahabat, “Kenapa mencintainya?”; “Kenapa harus dia?”; “Kamu bisa dapat yang lain!”


Jawabku pasti, “Kekasihku, ia bisa membuatkan telur ceplok setengah matang enak dan orang lain belum tentu bisa.” Aneh memang, tapi itu caraku menjelaskan apa arti sederhana padanya dan jawaban untuk pertanyaan orang-orang.


Sesederhana alasan kenapa aku mencintainya. Semoga nanti, akupun punya alasan sederhana ketika harus meninggalkannya. Ketika aku mati misalnya. Ia tidak bisa menolak, karena itu alasan paling benar ketika harus meninggalkan.


Aku mau mencintainya sesederhana yang ia buatkan untukku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudihkah berteman (?)

Kamu yang tak bersemayam