Chapter 2

Jingga itulah yang tergambar dari suasana sore hari ini . Aku masih terselimuti oleh parasmu yang selalu hadir di kepalaku. Dengan senang hati aku mulai membiasakan diri kau masuk di kehidupanku melalui lisan atau non lisan. Kau yang masih berdiri sendiri tak tau menau soal perasaanku kepadamu. Tapi kau seharusnya tau dibalik candaan ku kemarin kepadamu bukti diriku yang akan membahagiakanmu . Aku selalu dipandang tak serius dalam asmara,aku lebih memandang semuanya dari humor dan kenyamanan orang lain,itu memang kelamahanku tapi aku akan membalas semuanya dengan membuatmu nyaman berada di dekatku. Kali ini aku serius padamu ,jingga. Aku tak habis pikir kau selalu bersikap tak acuh kepadaku seolah aku hanya kumpulan bingkai yang usang lalu kau meletakan nya disudut lemari tanpa kau melihat dia masih ada atau tidak di sudut itu. Sedangkan bingkai itu selalu memandangimu setiap waktu,detik dan sampai kau bertemu malam yang dingin pun dia selalu ada disisimu.

Kau tau itu,jingga?
Aku berusaha untuk memberikan arti dari semua candaku kepadamu,tak bisa kau menunggu sebentar saja? atau kamu mau berlari dengan kencang sampai kau jatuh dan jatuh untuk kesekian kalinya karna ketidakpekaanmu . Aku duduk di setiap pagi dan sore hari bersama cangkir kopi hitam menunggu kau membuatkan kue kering manis untukku tapi itu hanya anganku . Jingga yang sebentar lagi akan berganti menjadi malam yang dingin gelap , aku menitipkan pesanku pada pada malam ini . 
Tunggu,aku sedang mempersiapkan untuk kau bahagia denganku,karna kau cahaya jalanku.



Jakarta, Agustus 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudihkah berteman (?)

Kamu yang tak bersemayam