Juli 2016

Tahap paling tinggi dalam mencintai adalah bagian merelakan.
Sudah tidak ada lagi rasa sakit tiap kali melihat dirinya dengan cinta pilihannya,
Sudah tidak ada lagi rasa menggebu ingin memiliki hatinya,
Sudah tidak ada lagi rasa senang yang semu akibat khayalan yang tidak akan terjadi.

Pada akhirnya aku memilih untuk merelakan, memilih untuk turut berbahagia melihat senyumannya yang memang bukan dan tidak pernah ditujukan untukku.

Sebab luka di hati pun perlahan akan sembuh, seiring rasa mengalah itu mengobati.
Mungkin tidak cepat, tapi mungkin luka ini akan tertutup rapat.
Entah benar akan tertutup, atau sekadar dibiarkan menganga dan terabaikan hingga aku lupa.

Aku menyerah dalam memenangkan hatimu.
Hatimu bukanlah suatu hadiah dari sebuah perlombaan.
Lagipula, untuk apa aku berlari mengejar seseorang yang bahkan tidak akan pernah ada pada garis yang kulalui?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudihkah berteman (?)

Kamu yang tak bersemayam