Karna kita bukanlah takdir

Pernah kita menjejaki masalah

mengajak dansa setiap hinaan,

Bertindak terlalu jauh,
hingga memerintah kuasa takdir.

Pertemuan malam itu,
membuka luka lama yang hampir terobati.
Mengenang,
memaksa kita mengikat diri.

Lalu bagaimana jika dulunya kita
tidak pernah bertemu?

Lalu bagaimana jika kita yang sekarang
tidak memiliki takdir yang sama?

Serpihan tanya yang mengisi penuh relung penasaran
menuntun kita untuk mengerti,

Apakah ini tuntunan garis kebetulan?
Ataukah ini candaan waktu?

Kita kembali bersimpuh di hadapan Pemilik Takdir

Meminta terlalu banyak, menyesali terlalu jauh.

Lalu bagaimana cerita ini
jika kita mencintai orang yang salah?

Lalu bagaimana cerita ini
jika kita berdiri di atas takdir orang lain?

Sabar kembali menjadi pilihan,
yang datang di akhir masalah-masalah.
Menyesali,
hanya raungan jiwa yang hancur.

Ranah yang terlalu ramai
untuk hati yang terlalu sunyi
Memaknai setiap inci dari fiksi
yang sulit dimengerti.

Aku kembalikan dirimu ke dalam pelukan takdirmu sendiri
Menghargai pilihan terbaik dari orang tuamu,
Memaklumi hendak yang tergaris dalam surat perintah nasib
Menerima, karena kita bukanlah sebuah takdir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudihkah berteman (?)

Kamu yang tak bersemayam