Lambaian tangan masa lalu

Aku sudah kehabisan cara tiap kali melupakan seseorang yang kucintai. Mungkin aku belum tahu, bahwa kuncinya adalah melepaskan. Baiklah kali ini aku ingin berdamai denganmu, entah kamu ini siapa..masa laluku atau masa depanku? Atau bagian interlude di hidupku yang selalu timbul tenggelam , aku tak tahu..


Yang jelas aku mau berdamai denganmu saja, mengikhlaskan mu, bagaimanapun perasaanmu akan aku relakan dan aku terima dengan lapang dada. Aku serasa tak ingin peduli ada siapa saja di hatimu, entah masih ada dia dihatimu, atau aku? Ataukah nama lain..aku hanya ingin berhenti peduli dan berhenti mencoba mencari tahu, karena semakinku mengungkit rasanya terasa menyesakkan di dada.


Sepertinya duniamu, adalah dunia yang tak membutuhkanku. Aku memahami bila aku bukan siapa-siapa, belum punya daya tawar tinggi ataupun magis yang membuatku layak di perjuangkan. Aku sungguh enggan melanjutkan ini, khawatir tergilas oleh badai di hati sendiri, tapi aku juga tak mampu mengenyahkan kamu dari hidupku. Kamu sudah menyentuh kedalaman jiwaku, tempat yang kukira tak pernah ku punya. Aku sungguh terbelah antara memandang kenyataan atau merapat ke dekapanmu. Namun, kutahu kamu bukanlah sebuah ketetapan.


Perihal jodoh, aku tidak pernah memikirkannya. Terpenting aku dan hati ini, selama masih betah dan nyaman untuk terus berharap, aku akan terus disitu. Entah bagaimana dengan dirinya kepadaku; itu urusannya. Membayangkan terasa bahagianya untuk mencintai seseorang sekali lagi, adalah sesuatu yang sangat bahagia. Kepergian kamu adalah bukan yang aku harapkan pun hal yang aku sesali, kepergian adalah sebuah fase normal dari setiap pertemuan. Satu hal yang tak pernah hilang dalam hidup ini adalah rasa kecewa, apalagi rasa itu diberikan oleh seseorang yang kita anggap penting. Kecewa itu akan semakin dalam. 


Aku pernah merasakan jauh lebih sulit dari ini bahkan namun aku bisa, maka sekarang aku mencobanya untuk yang kesekian kali. Berdamai denganmu, artinya mengikhlaskanmu, merelakanmu, merelakan perasaanku. Tidak…aku tidak ada niatan untuk memaksa rasaku untuk melupakanmu, karena semakin aku mengingat kenangan bersama dirimu akan semakin kuat dan terus melekat dalam benakku. Akan aku biarkan rasa itu tetap hidup, namun tak ku pupuk. Kan kubiarkan saja rasa itu pergi menghilang dengan sendirinya seiringan dengan kerelaanku kepadamu. Seperti tanaman yang tumbuh tapi tidak pada tempatnya, kubiarkan tumbuh namun sekali lagi tak ku pupuk. Biarkan mati dengan sendirinya, karena memang seharusnya begitu. 


Aku ingin berhenti menuliskanmu, bosan aku dengan kejemuan tentang dirimu dan enyah saja kau!. Seperti mengerami mimpi yang tak kunjung menetas, dan seperti memelukmu tanpa raga dan jiwa. Kita adalah sepasang resah yang menyembunyikan hati ke dalam pasrah. Mengoleksi kenangan dan menyeludupkan diri dibalik ingatan. Mengapa kita terus meratapi keadaan dan menimbun kenangan seorang diri? Tidak ada cara merevisi takdir jika keterpisahan adalah ketetapan.


Aku ingin mencoba, satu hari saja memahami pikirannya, mencoba memahami isi hatinya yang lain. Yang mengatasnamakan cinta, hingga membuat lupa akan segalanya. Yang mendua dan menyebutnya takdir yang tidak terduga, tapi tetap tidak bisa kupahami dari sisi manapun alasannya. Mendua bagi yang sudah berdua tetap hina dimataku. Persetan untuk orang yang tidak setuju, aku tidak peduli. Bagiku, mendua hanya akan mengahadirkan luka dan menghancurkan tiap-tiap harapan yang ada. Aku tidak pernah menyangka bahwa manusia sebegitu naif, hingga harus menyalahkan takdir atas kesahalannya sendiri. Kepada kamu yang mendua pada waktu itu, ada yang begitu menaruh kepercayaan kepadamu. Dan ada juga yang menghancurkan dirinya dan hidupnya sendiri ketika tau kepercayaannya telah dikecewakan.


Hai baiduri, untuk kamu yang aku cintai saat ini dengan ketulusan darimu aku belajar berbagai hal meski yang kupelajari dan kudapatkan bukanlah rasa bahagia melainkan menyakitkan. Darimu aku mengerti arti berjuang tanpa dihargai, arti peduli tanpa dianggap. Entah kenapa, karena berbagai hal yang menyakitkan yang aku dapatkan darimu membuatku semakin beranjak dewasa. Memang menyakitkan, namun apa daya mencintaimu peduli rasanya tidak bisa terjadi lagi. Jujur kuakui, dari lubuk hati ini sikapmu memang selalu menyakiti dan melukaiku. Namun dengan seperti ini aku bisa belajar untuk selanjutnya supaya hati-hati dalam hal peduli dan mencintai. Aku selalu memperjuangkan sepenuh tenaga serta ketulusan hatiku ternyata tak membuat hatimu tersadar. Terimakasih padamu kuucapkan karena sudah megabaikan perjuanganku dan tak menganggap keberadaanku. 


Aku juga yang terlalu peduli padamu namun selalu kamu abaikan bak orang yang tak berarti. Mungkin ini salahku yang menganggap bersamamu adalah suatu kebahagiaan yang nyata. Mulai sekarang, aku resmi berhenti memperjuangkanmu dan berada di sampingmu bahkan berhenti untuk peduli padamu. Jujur aku mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Aku selalu berusaha untuk mencintai seseorang dengan hati yang tulus walau aku tidak pernah mendapatkan ketulusan itu sendiri. 

Kamu dan aku pernah meniti jalan bersama, pernah ada di satu masa kita saling merasakan musim cinta terindah dan sekarang kita berada di persimpangan jalan dan harus bisa merelakan satu sama lain. Namun sikapmu yang mendua menghancurkan cinta yang kita bangun.


Perpisahan ini bukan berarti akhir, bukan berarti hilang harapan impian dan kehilangan cinta. Di perpisahan kali ini kita dan jiwa kita akan selalu bersama meski raga sudah tidak bersama. Kita akan bangkit untuk takdir selanjutnya dan berjuang untuk cinta yang lain berikutnya, untuk masa yang berharga dan waktu yang telah menanti kita. Kita hadapi lambaian tangan ini dengan bijaksana. 


Akupun tak akan melawan waktu jika kita harus bertemu kembali di persimpangan selanjutnya, mungkin di pertemuan kita selanjutnya kita akan lebih bijak dalam menentukan langkah dan lebih menghargai perihal cinta. Namun untuk saat ini biarkanlah kita berjalan seperti ini adanya dan masing-masing untuk dapat menghargai setiap detik-detik yang berdetak saat kita bersama dan kita lebih mengenal apa itu cinta. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudihkah berteman (?)

Kamu yang tak bersemayam