Melewati jutaan nelangsa

Saat ini aku merasa sangat sendiri meskipun banyak yang menemani. Aku mengaku pada sang diri begitu nyaman dengan sepi, tapi nyatanya jiwa selalu meronta meminta bising pada kata yang terucap di waktu-waktu bersamaku denganmu. Semestinya kamu tau, aku tak pernah ingin menjadi sendiri. Berkutat dengan kesibukan dunia, menikam diri dari segala sisi. Belum lagi beberapa urusan yang sering kali membuat perih ulu hati. Pada saat ingatan terbayang tentangmu, jerit kian hadir sementara ragamu jauh terbentang entah kemana. 


" Apakah kamu lelah menghadapi aku dengan sejuta mimpi dan ucapan memuakkan yang selalu aku ceritakan padamu dengan penuh ambisi ?" Tanyaku padamu.


Sayangnya, kamu selalu menganggap diriku kurang. Apapun yang aku lakukan, kamu menatap dengan begitu perasaan benci. Perlahan-lahan gurat senyum hilang dari dalam diriku untukmu menyentuh kedalaman jiwa yang akhirnya menjatuhkan hujan air mata.


Apa aku tidak cukup bagimu? Seharusnya aku menyerah dari dulu. Aku urungkan niat itu, karna aku begitu mencintaimu. Rasa mencintaimu begitu besar ketimbang rasa mencintai diriku sendiri. Aku paham telingamu telah bising dengan sejuta mimpi yang mustahil kuwujudkan. Matamu telak muak melihat antusiasnya wajahku saat bibir bercoleteh tentang masa depan yang kepastiannya tidak bisa di pastikan. 


" Kita udahan aja ya ". Katanya di sabtu siang. Seketika membuat degup jantungku meronta, tak dapat mengutarakan penolakan yang sayang sekali tersangkut di tenggorokan. 


Aku terdiam sementara kamu mengacuhkan pesan singkatku. Ekspresi diwajahku tak pernah kusaksikan sekecewa ini. 


" Apa aku salah? Apa salah memelihara ambisi untuk mencipta harapan-harapan yang telah aku rajut bersama angan bersamamu?". 


Sayangnya, kalimat itu hanya mampu dikatakan oleh kalbu. Sementara mulut bergeming. Merasa diri seperti orang asing yang sedikit pun tak mengenali dunianya. 


" Apakah aku benar-benar mengenalmu?" 


Berita buruknya, hampir setahun hubungan kita terjalin aku tak sepenuhnya mengenalmu. Aku tak tau kamu. Siapa kamu? Kenapa kamu begitu asing di mataku? Menjadi lain dari yang pernah memoriku tersimpan di dalam otak. 


Sekuat apapun aku menyerap keputusanmu, atau sel-sel di otakku yang tak bisa kutemukan jawabannya dari sudut manapun. Apakah benar kamu ialah kekasih yang selalu mendukung setiap usahaku? 


Atau mungkin akulah yang tidak mengenali diriku sendiri. Atau bisa juga akulah yang tidak tau siapa diriku, sehingga di ingatanku sendiri saja tak bisa menemukan bayangan dirimu yang kini bergeming bagai batu karang di tepi lautan. 


" Yakin mau udahan, disaat hatimu dilanda keraguan?" Tanyaku dengan suara lirih. Misalnya, semut saja mungkin tak akan mendengar celotehanku. Namun, kamu mendengarnya. " Aku sayang kamu. Tapi....aku ingin sendiri"

Begitu katanya. 


Bulir bening menitik tak tertahan , membasahi wajah, mengalir menghujam lantai. Nyatanya dingin telah menikam beberapa waktu lalu sejak rembulan mulai tumbuh di dahan malam. 


Apakah ini adalah akhir dari sebuah ikatan yang telah kita bina dengan hadirnya jutaan nelangsa di rongga kalbu?  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudihkah berteman (?)

Kamu yang tak bersemayam